Mengedukasi dan Membantu Pengguna Memilih Kualitas Bahan Pangan Melalui Aplikasi CekCok — Sebuah Studi Kasus UI / UX
Dalam studi kasus kali ini, saya akan membagikan dan menceritakan proses pembuatan aplikasi CekCok
Bermula ketika saya disuruh ibu saya untuk membeli bahan pangan untuk nenek. Daging, sayur, telur, dan sejumlah daftar belanjaan lainnya. Saya bukan tipe orang yang sering berbelanja bahan pangan.
Ditengah kebingungan itu, saya berusaha mencari cara untuk mengetahui informasi bahan pangan dengan waktu yang sesingkat — singkatnya.
Ujung — ujungnya, saya menghabiskan sekitar 15–30 menit berkutat dengan gawai pintar saya, mencari informasi kesana kemari. Mulai dari situs teratas rekomendasi mbah google hingga ke blogspot — blogspot yang kebenarannya masih dipertanyakan dan kalian pasti bisa menebak sisanya.
Saya pun memutuskan untuk langsung bertanya kepada penjualnya mengenai kesegaran dan kadaluarsanya.
“Pak, ini telurnya sudah berapa lama?”
“Oh yang ini masih segar mas telurnya, bisa bertahan semingguan”
Merasa lega, saya pun dengan tenang mengambil telur tersebut ke dalam troli belanja. Tapi apa daya setelah 3 hari disimpan dalam kulkas, telur yang saya beli sudah mengental isinya menandakan bahwa telur yang dibeli sudah tidak lagi dalam kondisi yang prima.
Dari pengalaman barusan, saya terkejut karena ternyata penjual juga belum tentu mengetahui kualitas barang yang mereka jual.
Saat itu saya merasa belum ada sebuah media / aplikasi yang dapat digunakan untuk mencari tahu soal kualitas bahan pangan dengan validasi data yang kuat.
Itu pengalaman belanja yang terburuk yang pernah saya rasakan.
Sekaligus sebuah permulaan bagi saya untuk membangun aplikasi CekCok.
“Apakah kalian pernah merasakan pengalaman yang serupa?”
Dari pengalaman saya tadi,
Saya menarik 3 buah hipotesa sederhana, yaitu :
- Saya kurang pengetahuan mengenai kualitas bahan pangan (hiks)
- Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kualitas bahan pangan
- Kurangnya media yang membantu mengedukasi masyarakat mengenai kualitas bahan pangan dengan data yang valid.
Terbawa rasa ingin tahu, saya pun mulai dengan mencari tahu mengenai seberapa sulitnya mencari informasi kualitas bahan pangan melalui wawancara ke beberapa orang.
Hasilnya separuh dari total orang yang saya wawancara masih menggunakan perasaannya sebagai tolak ukur memilih kualitas bahan pangan dengan berbagai alasan, dengan alasan paling banyak yaitu kurangnya pengetahuan dalam memilih kualitas bahan pangan disusul dengan alasan kedua yaitu masih minim dan terbatasnya media informasi seputar bahan pangan. (sumber)
Dari wawancara singkat diatas, saya mendapatkan bahwa kurangnya media informasi pendukung mengenai kualitas bahan pangan berdampak terhadap pengalaman dan perilaku pembeli. Selain itu, kurangnya edukasi membentuk perilaku yang kurang peduli kepada masyarakat mengenai pentingnya memilih kualitas bahan pangan yang baik.
Pernyataan barusan didukung oleh hasil studi kementerian Lingkungan Hidup pada 2012 menunjukkan Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) yang mencangkup ketidakpedulian terhadap kualitas bahan pangan masih 0,43 dari angka mutlak 1. Nilai yang mengindikasikan masyarakat belum sepenuhnya peduli terhadap lingkungan dalam keseharian mereka. (sumber)
Hal ini didukung oleh temuan dari evaluasi oleh Poltekkes Kemenkes Jogja, dimana ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan termasuk terhadap bahan pangan disebabkan oleh banyak faktor diantaranya pendidikan, informasi/media massa, sosial, budaya, dan ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia.
Faktor — faktor inilah yang akan saja jadikan landasan demografi untuk riset saya. (sumber)
Ketidakpedulian terhadap kualitas bahan pangan ini juga memberikan dampak bagi kesehatan. Menurut WHO (2002) satu pertiga dari populasi di negara maju terkena keracunan pangan / malnutrisi setiap tahun karena kualitas bahan pangan yang tidak baik dan masalah ini LEBIH BESAR terjadi di negara — negara berkembang. (sumber)
Oleh karena itu, perilaku ketidakpedulian masyarakat atas pentingnya kualitas bahan pangan membuat Indonesia berada di peringkat bawah. Menurut survey yang diadakan OXFAM, Indonesia menempati urutan ke-83 dari 123 dalam kualitas bahan pangannya, dengan indikasi urutan 1 sebagai urutan paling baik. (sumber)
Selain dampak kesehatan, pembeli dan penjual dengan informasi dan edukasi yang minim mengenai kualitas bahan pangan juga berpotensi untuk menjadi pelaku Food Waste dan Food Loss dimana menurut Economist Intelligence Unit (EIU) Indonesia merupakan urutan ke-2 pelaku Food Waste dan Food Loss setelah Saudi Arabia. (sumber)
Gila, ya?
Ternyata kualitas bahan pangan berpengaruh sebesar itu.
Semua hipotesa saya terjawab melalui fakta — fakta diatas.
Terus, apa dong solusinya?
Menurut EIU, solusi yang bisa diambil adalah memberikan edukasi baik produsen atau konsumen. Mereka harus mendapatkan edukasi mengenali kualitas bahan pangan yang akan dibeli dan mengenai cara menyimpan produknya dengan benar untuk menghindari kadaluarsa dini atau. Konsumen juga harus sadar akan perlunya mencegah pemborosan makanan dan pembuangan makanan.
Hal tersebut didukung oleh Poltekkes Kemenkes Jogja, mereka merekomendasikan untuk membuat penyuluhan di setiap daerah melalui media visual yang memberikan informasi kepada masyarakat sekitar. Dalam hal ini, Poltekkes Kemenkes Jogja menggunakan poster yang ditempelkan di daerah / tempat tertentu sebagai medianya.
Saya rasa di era serba cepat seperti sekarang, hampir semua orang Indonesia mempunyai gawai pintar dan aktif memakainya. Menurut riset yang dilakukan oleh We Are Social Hootsuite, pada Jan 2020 pengguna gawai pintar di Indonesia ada 338,2 juta dari total populasi 272.1 juta dan pengguna internet sebanyak 175.4 juta. (sumber)
Mendengar angka yang masif itu, sulit rasanya untuk mengedukasi masyarakat menggunakan media seperti poster untuk mengedukasi banyaknya pengguna di Indonesia. Mengingat sumber daya yang terbatas dan jumlah pengeluaran yang tentunya tidak sedikit untuk melakukan semua itu, maka saya rasa butuh sebuah media yang lebih modern dan masif sebagai solusinya.
Salah satu solusi yang saya tawarkan adalah ilmu atau edukasi melalui aplikasi.
Dengan harapan aplikasi CekCok dapat menjadi sumber edukasi sekaligus solusi yang membantu bagi orang — orang yang masih awam mengenai pentingnya kualitas bahan pangan. Saya juga berharap CekCok mampu mengurangi angka Food Waste dan memberikan pengaruh positif untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Berbasiskan informasi diatas,
Saya melakukan validasi melalui riset secara Attitudinal Qualitative dengan metode wawancara / user-interview untuk mengamati perilaku partisipan ketika menghadapi masalah, memahami kesulitan yang partisipan rasakan, dan mengetahui ekspektasi mereka.
Sebelumnya, saya menyiapkan proses desain dalam membuat studi kasus ini sebagai jadwal dan pembatas waktu disetiap segmen yang akan dilakukan dari awal hingga akhir. Berikut adalah prosesnya:
Saya menyiapkan sebuah panduan wawancara dengan pertanyaan — pertanyaan yang relevan. Yang nantinya dari hasil wawancara akan menghasilkan sebuah temuan atau pola untuk diolah menjadi landasan studi kasus saya.
Untuk melihat lebih lengkap informasi yang saya temukan melalui wawancara, silahkan baca disini.
Berikut adalah rangkuman dari apa yang saya temukan melalui user — interviews:
- Partisipan di wawancara dengan usia dari 21 tahun hingga 47 tahun. Minoritas partisipan masih berbelanja di pasar tradisional, sisanya lebih memilih ke supermarket. Setengah jumlah partisipan pernah mempunyai pengalaman berbelanja secara online.
- Semua partisipan merasa senang dapat membeli bahan pangan secara langsung karena dapat memastikan kualitasnya
- Setengah dari partisipan tidak mempunyai pengalaman berbelanja online karena tidak percaya dengan kualitas bahan pangan apabila dibeli secara online. Tetapi, setengah sisa partisipan yang pernah berbelanja online, merasa terbantu dengan aplikasi e-commerce karena adanya promo yang membuat harga lebih murah, gratis ongkir, dan kenyamanan dari aplikasi yang user-friendly.
- Semua partisipan setuju kualitas bahan pangan yang dibeli secara langsung / offline store lebih bagus dan segar
- Setengah partisipan akan langsung membuang bahan pangan apabila tidak memenuhi standar kualitas makanan, sisanya masih ingin mengolah karena tidak mau membuang makanan (Food Waste)
- Semua partisipan merasa mampu untuk menilai kualitas bahan pangan, setengah diantaranya belajar secara otodidak atau dengan bantuan pihak lain seperti orang tua atau teman. Sedangkan sisanya menggunakan perasaan mereka masing — masing sebagai acuan. Tetapi dalam beberapa kasus partisipan dan pengamatan, intuisi dan pembelajaran yang mereka dapatkan tidak sepenuhnya tervalidasi / terbukti dengan baik karena hasil dari wawancara masih menunjukkan bahwa partisipan masih mengalami pengalaman buruk dalam memilih kualitas bahan pangan
- Mayoritas partisipan tertarik dengan aplikasi atau program yang membantu menilai kualitas bahan pangan untuk mencegah membeli bahan pangan dengan kualitas yang buruk. 1 partisipan merasa tidak tertarik dan 1 partisipan belum tahu
- Partisipan menyarankan aplikasi yang user-friendly serta tambahan informasi mengenai cara terbaik menyimpan bahan pangan dan resep yang dapat digunakan dari bahan pangan yang baru saja dibeli
Kesimpulan :
Aplikasi CekCok akan lebih diprioritaskan untuk orang — orang yang suka belanja secara offline
“Saya rasa feeling saya lumayan membantu ketika menentukan kualitas bahan pangan”
“Biasanya saya akan langsung membuang bahan makanan yang saya rasa tidak bagus meski masih bisa diolah. Kan engga sehat.”
“Saya rasa generasi muda di zaman sekarang banyak yang cuek dan tidak mengetahui seputar kualitas bahan pangan. Ini sangat Insightful.”
“Memesan barang secara online tidak dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya.”
INTRODUCTION ABOUT CEKCOK
CekCok adalah aplikasi yang didesain untuk membantu mengidentifikasi dan mengedukasi pengguna seputar bahan pangan (makanan atau minuman) yang berkualitas. Aplikasi ini diharapkan dapat membantu pengguna terutama untuk mereka yang masih awam atau menggunakan bahan makanan untuk kebutuhan hariannya
CekCok kepanjangan dari dua kata yaitu “Cek” dan “Cocok”, yang kemudian disingkat menjadi CekCok. Filosofi sederhananya adalah untuk mengecek barang dengan standar kualitas yang baik sampai pengguna merasa cocok dengan barang yang mau dibeli, sehingga memunculkan perasaan puas dan pengalaman yang menyenangkan bagi pengguna.
Apabila anda tertarik untuk membaca lebih lengkap mengenai CekCok, silahkan klik disini.
Market & Opportunity Research
Karena CekCok adalah sebuah aplikasi baru, saya rasa diperlukan sebuah riset tambahan untuk mendapatkan informasi dari pasar mengenai aplikasi ini. Riset ini bertujuan dan berfokus untuk mencari gambaran dan minat calon pengguna.
Riset saya lakukan secara Quantitative dengan metode survey online (Google Questionnaire).
Saya menyiapkan sebuah kuesioner dengan pertanyaan — pertanyaan yang relevan.
Yang nantinya dari hasil survey akan menghasilkan sebuah informasi dalam bentuk angka yang akan saya gunakan sebagai landasan dalam mengembangkan CekCok.
Untuk melihat hasil dari kuesioner yang saya buat, silahkan baca disini.
Berikut adalah rangkuman informasi dari apa yang saya temukan melalui survey:
- Jumlah partisipan yang saya gunakan sebagai data survey terakhir berjumlah 50 orang (9 Juli 2020) dengan rentang usia dari 17 tahun sampai diatas 35 tahun. Survey disebar di berbagai platform seperti social media, komunitas atau grup, hingga penawaran survey secara langsung. Semua kalangan partisipan dapat mengikuti survey ini.
- 96% Partisipan masih lebih suka membeli langsung bahan pangan secara offline dibandingkan online
Peluang:
CekCok akan sangat terpakai karena 96% partisipan masih berbelanja secara langsung (offline store).
- 70.6% Partisipan mendapatkan informasi bahan pangan dari pihak lain (seperti keluarga, teman, atau kursus) disusul dengan pembelajaran otodidak dan perasaan masing — masing.
Peluang:
Media yang memudahkan untuk mendapatkan informasi serta mengedukasi di satu tempat dengan validasi data yang pasti masih sangat terbatas.
- Hanya 7.8% (dari skala 1–7 dengan indikasi 1 sangat tidak tahu dan 7 sangat tahu), berpendapat bahwa dirinya sangat tahu memilih bahan pangan yang berkualitas (skala 6 dan 7), mayoritas partisipan sebanyak 39.2% masih berada di skala 5.
Peluang:
Masyarakat memerlukan edukasi dan informasi lebih lagi mengenai kualitas bahan pangan.
- 70.6% Partisipan pernah mempunyai pengalaman membeli bahan pangan dengan kualitas yang buruk
Peluang:
CekCok adalah aplikasi yang membantu mencegah hal tersebut terjadi kepada pengguna dengan membantu memastikan kualitas terbaik bahan pangan yang akan dibeli.
- 50% Partisipan langsung membuang makanan yang dianggap tidak bagus, 35% masih diolah karena merasa sayang, dan sisanya belum pernah mengalami hal tersebut.
Peluang:
Membuang makanan yang sudah tidak dianggap bagus merupakan suatu kerugian bagi pengguna yang berujung kepada Food Waste. CekCok membantu memberikan pengguna informasi, identifikasi serta cara penyimpanan makanan sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah Food Waste.
- 51% Partisipan menginginkan sebuah media atau aplikasi yang membantu mengidentifikasi seputar bahan pangan dan 43% merasa tertarik dengan aplikasi ini
- 54.9% Partisipan menginginkan sistem pengembalian barang yang dibeli secara online apabila standarnya tidak sesuai, 35.3 % Partisipan merasa tertarik dengan fitur itu.
Peluang:
CekCok dapat hadir memenuhi kebutuhan pengguna sebagai sebuah sarana dan solusi dari masalah — masalah diatas.
Discoveries from Research! (From User Interview & Survey)
Apa sih yang saya dapatkan dari semua riset tadi?
Ini sebenarnya hanya sebuah hasil riset tambahan untuk memvalidasi dari user interview dan survey. Menyamakan hasil riset yang sudah didapatkan dari User Interview dan survey, lalu dikelompokan untuk divalidasi kebenarannya dan mengetahui seberapa parah masalahnya atau seberapa besar peluang yang bisa diambil.
Kalau anda tertarik membacanya, silahkan klik tautan ini.
Berikut adalah rangkuman informasi dari apa yang saya temukan:
Indication of Potential Target Market
Dari hasil wawancara dan survey sebelumnya, saya menemukan :
- Calon pengguna paling potensial ada di rentang demografi usia 17 sampai dengan 35 tahun atau Kaum millennial dengan strata ekonomi menengah keatas dan berdomisili di Indonesia sebagai target market utama dari CekCok yang paling mempunyai relevansi masalah serupa, rentang usia yang mau dan mulai sadar akan pentingnya edukasi diri, dan jumlah peminat terbanyak yang menginginkan aplikasi CekCok.
- Pengguna dengan usia diatas 35 tahun mayoritas merasa tidak memerlukan aplikasi CekCok karena berbagai alasan. Alasan paling umum diantaranya adalah sudah mahir atau merasa bisa memilih kualitas bahan pangan dan alasan kedua yaitu sudah malas menggunakan aplikasi (repot).
Purposes
Dari hasil wawancara dan survey sebelumnya, saya menemukan :
CekCok akan lebih diprioritaskan untuk pengguna yang berbelanja secara langsung (offline store) agar dapat membandingkan dan melihat kualitas barang yang dijual ditempat.
Business Model Canvas (BMC)
Dalam tahap research, saya rasa Business Model Canvas adalah hal yang penting untuk dibuat sebagai landasan bisnis.
BMC ini seperti sebuah rencana dan hal — hal yang perlu disiapkan ketika nanti CekCok sudah resmi hadir.
BMC juga memberikan gambaran kepada stakeholder mengenai seluk beluk dari segi bisnis mulai dari melihat siapa target potensialnya, bagaimana mempertahankan relasi dengan target pasar, apa nilai utama yang akan dijual dari CekCok, hingga bagaimana CekCok bisa bertahan atau mendapatkan pemasukan.
Bagaimana cara CekCok untuk bertahan atau mendapatkan pemasukan?
Kalau anda tertarik membacanya, silahkan klik disini.
Competitor Analysis
Affinity Map
Setelah melakukan wawancara, survey, analisa terhadap kompetitor, dan BMC setiap temuan dari partisipan saya rangkum ke dalam 2 kategori utama, yaitu :
1. Most Mentioned (hal yang paling sering diutarakan oleh pengguna)
2. Most Influental (hal yang paling berpengaruh kepada pengguna)
Berikutnya saya memasukkan temuan tadi kedalam kuadran yang dapat anda lihat seperti berikut:
Personas & Empathy Map
Personas
Setelah saya mengetahui target pengguna potensial, kebutuhan, dan kesulitannya. Data tersebut saya olah menjadi tiga buah persona. Disini anda dapat melihat perilaku, kebutuhan dan tujuan dari mereka.
Yuk, langsung kenalan aja sama mereka.
Perkenalkan dari yang pertama:
1. Devina Anastasia
Seorang ibu rumah tangga baru yang berusia 28 tahun dan suka sekali memasak terutama masakan luar negeri namun terkadang sulit menemukan bahan resepnya.
Untuk lebih mengerti Devina, saya perlu mengetahui dirinya lebih dalam lagi. Untuk itu saya membuat Empathy Map yang berisikan perilaku dan sikap Devina agar saya bisa mengerti lebih dalam mengenai dirinya.
2. Rayhan Dio
Seorang desainer perusahaan startup berusia 24 tahun yang tinggal di co-living apartment dan sedang belajar memasak sendiri untuk menjaga pola hidup sehat. (dan sebenarnya ia ingin berhemat)
Untuk lebih mengerti Rayhan, saya perlu mengetahui dirinya lebih dalam lagi. Untuk itu saya membuat Empathy Map yang berisikan perilaku dan sikap Rayhan agar saya bisa mengerti lebih dalam mengenai dirinya.
Aslika Putridwi
Seorang wanita karir sekaligus ibu berusia 35 tahun yang saat ini sedang menjabat sebagai Product Manager di salah satu perusahaan IT, jadwalnya yang sangat sibuk membuatnya kewalahan menjalankan peran keduanya sebagai Ibu rumah tangga.
Untuk lebih mengerti Aslika, saya perlu mengetahui dirinya lebih dalam lagi. Untuk itu saya membuat Empathy Map yang berisikan perilaku dan sikap Aslika agar saya bisa mengerti lebih dalam mengenai dirinya.
User Story, IA, dan Customer Journey Map
Sketsa Kertas
Semua proses di atas saya buat dahulu melalui sketsa kasar di kertas.
Ini adalah salah satu contohnya:
Sketsa Desain
Brainstorming dalam membuat desain adalah sangat seru. Disini saya bertanggung jawab untuk membuat sketsa kasar desain apapun yang nantinya akan digunakan sebagai aset di aplikasi CekCok. Mulai dari sketsa halaman, logo, ikon, dan elemen visual pendukung lainnya seperti ilustrasi dan aset 3D.
Untuk bagian pembuatan logo dan ikon, saya mengajak Debi Natalia sebagai rekan kerja yang akan membantu dalam proyek ini dalam membuat vektor dari setiap logo dan ikon yang sudah saya sketsakan. Sedangkan untuk pembuatan aset 3D dan UI menjadi tanggung jawab saya.
Kalau anda tertarik untuk melihat seluruh sketsa landing page yang saya rancang, silahkan klik disini. (Psst.. ini adalah bagian favorit saya)
Prototype
Low Fidelity UT
Setelah menyelesaikan semua halaman melalui sketsa kertas dan cukup puas dengan hasilnya, saya pun bergegas menjalankan prototipe awal yang sekaligus menjadi UT pertama saya.
Dalam Low Fidelity UT saya berfokus untuk mencari tahu apakah prototipe ini tester mengalami kesulitan dalam menjalankan ‘task’ serta mencatat informasi atau saran yang diberikan untuk kedepannya.
Saya sudah menyiapkan sebuah panduan UT. Panduan ini berguna bagi saya yang nantinya akan menjadi penyelenggara UT serta memberikan ‘task’ kepada tester. Partisipan dipilih berdasarkan kesamaannya dengan persona yang sudah dibuat.
Users Quotes & Feedback
Berikut adalah pernyataan yang diucapkan oleh beberapa tester:
“Saya kira aplikasi dengan tema seperti ini akan sulit untuk digunakan, ternyata saya salah”
“Ini baru percobaan pertama tapi saya rasa saya sudah bisa mengakses fitur disini”
Tentunya di Low Fidelity UT ini saya juga banyak mendapatkan masukan dan saran dari tester untuk pengembangan CekCok.
Berikut adalah saran dan masukan yang diucapkan oleh beberapa tester:
“Saya rasa semua fitur utama di menu lebih baik ditaruh ditengah agar user tidak repot harus terus swipe.”
“Penulisan Tap to Start tidak terlalu membantu karena biasa kita akan langsung menekan gambar dibanding tulisan”
“Bagian fitur listing dan reminder sebaiknya dipisah karena mempunyai fungsi yang berbeda”
Dari UT yang diberikan, seluruh partisipan saya tidak ada yang mengalami kendala ketika menjalankan task yang saya berikan.
Untuk melihat rangkuman selengkapnya yang berisikan pendapat, saran, dan masukan dari tester dari hasil Low Fidelity UT ini, silahkan klik disini.
Design Iteration 01
Hasil dari feedback tadi saya rangkum, sembari memperbaiki apa saja yang bisa dikembangkan dari prototipe di kertas tadi, saya juga membuat prototipe kertas tadi ke dalam bentuk digital dengan menggunakan Figma. Tujuannya agar prototipe tadi bisa di tes dengan fitur dan rasa asli sebuah aplikasi.
Tertarik untuk melihat seluruh low fidelity prototype-nya silakan klik disini.
Setelah mengaplikasikan semua feedback di atas, saya pun kembali melakukan pencobaan kedua untuk melihat perkembangan dari CekCok. Metode yang sama seperti sebelumnya saya berikan namun kali ini dengan tester yang berbeda.
Ini dia hasil setelah kembali melakukan UT , kali ini saya membuat UT scoreboard. Scoreboard disini sebagai indikasi apakah tester mampu menggunakan aplikasi CekCok secara intuitif untuk memenuhi task-nya melalui total skor.
Semakin tinggi skor menunjukkan semakin mudah aplikasi bagi pengguna.
Tabel dan informasi lebih jelasnya dapat kalian lihat dibawah
Users Quotes & Feedback Iteration 01
Berikut adalah pernyataan yang diucapkan oleh beberapa tester setelah proses iterasi pertama:
“I see potential in this app, moreover because i love to cook”
“Lumayan surprising ya, karena engga nyangka aplikasi ini bisa nyambung kemana — mana”
“Nah ini dia aplikasi yang saya cari!!”
Untuk melihat rangkuman selengkapnya yang berisikan pendapat, saran, dan masukan dari tester dari hasil Low Fidelity UT ini, silahkan klik disini.
Branding dan Visual
Setelah cukup yakin dengan kenyamanan user dalam mengakses aplikasi CekCok, saatnya untuk mengatur visual.
Saya memulai dengan mencari gambar, desain UI, dan referensi warna sebagai referensi dan mulai menyelesaikan aset visual belum selesai di tahap sebelumnya, seperti yang saya sudah tampilkan sebelumnya, sketsa logo, ikon, dan aset 3D.
Kemudian saya menentukan skema warna yang akan diberikan kepada aplikasi CekCok.
Saya ingin CekCok hanya mempunyai 3 warna sebagai dasarnya, yaitu:
- Warna Hijau sebagai warna utama, hijau memberikan kesan organik, dan natural. Karena CekCok adalah aplikasi yang berfokus pada pengecekan kualitas bahan pangan, maka warna hijau sangatlah cocok untuk itu
- Warna Putih keabuan sebagai warna kedua, putih memberikan kesan jelas, netral, dan bersih. Filosofi CekCok adalah memberikan informasi dan edukasi yang akurat dan aktual (tidak memihak) kepada pengguna, karena itu warna putih pas dengan filosofinya.
- Warna orange muda sebagai warna ketiga, orange memberikan kesan senang dan ceria. Dengan warna orange diharapkan pengguna juga mendapatkan pengalaman yang menyenangkan saat menggunakan aplikasi CekCok.
Untuk membaca lebih detail mengenai brand dan visualnya silahkan klik disini. (berisi font, filosofi warna, referensi, aset visual, dll)
Ketika semua referensi dan aset visual yang akan dipakai sudah dapat digunakan, sekarang saatnya bersiap untuk dimasukan ke dalam Figma.
High Fidelity UT
Dalam mengatur UI di tahap ini, saya memprioritaskan satu target, yaitu pengguna tidak merasa ‘sakit mata’ saat menggunakan aplikasi ini. Jadi kenyamanan adalah nomor satu.
Penasaran dengan High-Fidelity prototipe interaktifnya? Yuk, coba langsung aja disini !
PENUTUP
Refleksi
Saya sadar betul CekCok ini masih mempunyai banyak sekali kekurangan dan masih membutuhkan banyak sekali saran dan masukan untuk berkembang lebih baik lagi. Namun bekerja untuk mendirikan CekCok merupakan suatu hal yang berarti untuk saya. Meskipun saat ini CekCok adalah aplikasi fiktif, namun saya menganggap proyek ini seperti anak pertama saya sendiri, yang tentunya saya akan terus didik dan kembangkan sehingga dapat lebih baik lagi kedepannya demikian juga mengenai riset dalam studi kasusnya.
Saya pribadi melalui aplikasi CekCok berharap bahwa CekCok dapat menjadi sumber edukasi sekaligus solusi yang membantu bagi orang — orang yang masih awam mengenai pentingnya kualitas bahan pangan. Saya juga berharap CekCok mampu mengurangi angka Food Waste dan memberikan pengaruh positif untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Tentunya CekCok sebagai studi kasus dan aplikasi portofolio pertama saya memberikan banyak sekali pelajaran sebagai UX Designer untuk kedepannya. Bagaimana cara pentingnya untuk aware mengenai masalah disekitar, bagaimana untuk mendengarkan dan mengerti orang lain, bagaimana untuk membuat pengalaman yang menyenangkan dalam menggunakan aplikasi hingga membuat tampilan UI yang menarik.
Akhir kata saya mengucapkan maaf yang sebesar — besarnya, apabila ada kesalahan dalam penuturan kata ataupun kesalahan melalui aplikasi CekCok dan tentunya ucapan terima kasih yang sebesar — besarnya kepada pihak — pihak yang membantu saya menyelesaikan portofolio pertama saya (teman, orang tua, pacar, mentor, tester, user yang bersedia meluangkan waktu untuk di wawancara. Kredit kepada google, Flaticon, Undraw sebagai tambahan aset visual yang membantu mempercantik estetika CekCok bahkan kalian yang sudah meluangkan waktu membaca studi kasus ini dan semua pihak yang tentunya tidak dapat saya sebutkan satu persatu)
Ada bonus sedikit setelah ini, kalian sudah berada di akhir tulisan studi kasus saya.
Kalau mau dibaca, silahkan :)
BONUS !!
Ada 3 fitur yang saya paling sukai diluar fungsi utama CekCok.
Dan ini akan saya bahas sedikit
1. Games and Reward System !
Hampir semua tester ketika menggunakan aplikasi ini bertanya alasan adanya games di dalam aplikasi CekCok yang punya tujuan utama untuk mengecek kualitas bahan pangan.
Tujuan utama saya memberikan games adalah untuk mengedukasi masyarakat mengenai kualitas bahan pangan.
Tapi mengapa games?
Karena target pengguna potensial ada di renggang usia 17–35 tahun, games merupakan sarana yang tepat.
Diusung dari riset saya disini, games menunjukkan mampu menjadi sarana yang edukatif dan menyenangkan bagi orang — orang untuk mempelajari sesuatu.
Untuk mengedukasi pengguna mengenai kualitas bahan pangan tentu tidak mudah terdengar sangat membosankan. Oleh karena itu CekCok mengubah stereotip itu menjadi sebuah sarana yang menghibur namun disaat yang bersamaan mengedukasi yaitu dengan permainan.
Seusai permainan, pengguna akan dihadiahkan sejumlah CP (CekPoint). CP adalah mata uang yang nanti bisa ditukarkan hadiah berupa voucher diskon, voucher game, free ongkir, ataupun hadiah menarik lainnya.
2. Push Notification Feature
Push Notification Feature adalah notifikasi harian atau selang beberapa jam kepada pengguna untuk mengunjungi aplikasi CekCok kembali.
Apa sih isinya Push Notification yang akan diberikan kepada pengguna?
- Reminder
Seperti contohnya: daging ayam dan 2 item lainnya mulai membusuk, ayo olah sekarang! - Recipe & Listing
Seperti contohnya: sudahkah kamu mencoba resep banana pancake? Pelajari yuk!
Atau
Tersisa dua item lagi untuk melengkapi resep banana pancake, ayo lengkapi segera! - Promo dari sponsor
Seperti misalnya: Ada harga spesial pisang kalau beli di Tokopedia, cek sekarang! - Games dan Rewards
Seperti misalnya: ayo mainkan dan menangkan hadiah menarik!
Alasan saya memberikan fitur ini adalah untuk membuat sebuah hubungan antara pengguna dan aplikasi. Tapi kalau di aplikasi lain, fitur ini terkesan selalu menampilkan promo atau ajakan untuk membeli, di CekCok fitur Push Notification didesain untuk lebih mengingatkan durasi penyimpanan bahan makanan agar tidak basi dan menjelajah fitur resep kepada pengguna.
3. Community
Sebagai pengembang aplikasi CekCok, saya tentunya tidak ingin aplikasi ini hanya digunakan saat tertentu atau periodikal. Saya ingin CekCok juga bisa memberikan dampak positif dalam kehidupan sehari — sehari penggunanya melalui sosial.
Komunitas mengisi peran yang pas untuk kebutuhan itu.
Mengapa ada komunitas?
Komunitas CekCok adalah sebuah wadah dimana setiap orang bisa bertukar kabar, memberi masukan terhadap pengembang, membuat resep — resep sendiri yang nantinya bisa dibagikan ke komunitas lainnya atau bahkan dimasukkan ke dalam CekCok, hingga melakukan jual beli bahan pangan antar grup.
Dengan komunitas juga diharapkan terjadinya sebuah relasi baru antar pengguna sambil tetap menjalankan misi utama CekCok yaitu mengidentifikasi dan memberi edukasi kepada pengguna mengenai kualitas bahan pangan yang baik.
Terima kasih sudah membaca studi kasus pertama saya, sampai jumpa di lain kesempatan!
Nb : Sebenarnya saya sangat suka dengan aplikasi ini, karena saya yakin CekCok dapat membantu orang banyak. Kalau anda setelah membaca studi kasus CekCok dan tertarik untuk mengembangkan aplikasi ini secara nyata, harap hubungi saya.